Jika kita merasa sebagai orang Kristen yang baik, kita semestinya juga menjadi seorang patriot yang baik. Karenanya, kita merasa bahwa kita 100% patriotik sebab kita juga merasa 100% Katolik. Malahan, menurut perintah keempat dari Sepuluh Perintah Allah, sebagaimana tertulis dalam Katekismus, kita harus mengasihi Gereja Katolik, dan dengan demikian juga mengasihi negara, dengan segenap hati. Inilah sepenggal kalimat dari Soegijapranata.
Kalimat diatas memberikan arahan yang jelasdalam kehidupan beragama dan bernegara. Dimana masyarakat Kristen haruslah seutuhnya memberikan yang terbaik bagi negara. Dengan memberi yang terbaik bagi negaranya berarti juga memberi yang terbaik bagi Allah.
Tiada pandang bulu suku apa, tinggal dimana, maupun keturunan siapa? Semua umat gereja yang ada di Indonesia adalah juga masyarakat Indonesia. Maka segala perbedaan yang beragam menjadikan kekayaan bagi negara Indonesia.
Tidak bisa dipungkiri bahwa Kekatolikan pada masa penjajahan Belanda dianggap sebagai agama kolonial. Memang sejarah kekristenan di Indonesia ini terkait dengan penjajahan bangsa Belanda. Agama katolik dianggap sebagai agamanya penjajah. Kesetiaan Umat Katolik Indonesia pada bangsa ini waktu itu masih dipertanyakan, apakah mereka akan membela bangsa ini atau mereka tetap menjadi antek-anteknya penjajah Belanda.
Sosok Soegijapranata
Soegija memang ingin menghapus gambaran agama Kolonial ini, tetapi tentu saja tidak semata-mata untuk itu. Perjuangan Soegija tidak semata-mata supaya orang Katolik di Indonesia ini mendapat existensinya di Indonesia ini, tetapi lebih-lebih supaya orang katolik di Indonesia ini sungguh-sungguh memiliki darah Indonesia, 100% Katolik, 100% Indonesia.
Orang katolik di Indonesia ini sungguh-sungguh Orang Katolik Indonesia, bukan orang Katolik ke belanda-belandaan. Perjuangan orang Katolik di Indonesia adalah perjuangan orang-orang yang beriman Katolik tetapi sungguh-sungguh berjuang untuk seluruh Indonesia, untuk kesejahteraan bangsa Indonesia. Visi kemanusiaan itulah yang akhirnya menjadi landasan Soegija untuk berjuang. Bahwa Penjajahan itu adalah suatu bentuk ketidak adilan, bahwa setiap bangsa berhak merdeka, bahwa kesejahteraan dan rasa aman rakyat itulah yang mendorong Soegija untuk berjuang dan akhirnya ia sendiri berdiri mengawal bangsa ini di saat kelahirannya sebagai bangsa yang merdeka.
Soegijapranata dilahirkan di Surakarta, 25 November 1896 di lingkungan keluarga Islam Jawa. Pada masa penjajahan dan pemerintahan Jepang, Soegijapranata dibanggakan
oleh orang Jawa yang beragama Katolik. Ia mendapat banyak pujian karena
dapat menjadi pengayom masyarakat sekitarnya. Karijosoedarmo, bapaknya, seorang abdi dalem keraton, pengikut pujangga Ranggawarsita. Ibunya seorang pedagang kecil yang sangat menekankan semangat kerendahan hati, menghormati orang lain dan penyayang.
Soegijapranata yang juga pelayan iman didalam gereja Katolik berperan di tingkat nasional dan beliau selalu peduli akan kebutuhan masyarakat. Beliau juga dikenal sebagai penulis, Salah satunya tulisanya menyatakan
“Setiap Bangsa harus berkembang dengan pemerintahannya sendiri”. Iman yang dikemukakannya di dalam gereja, dinyatakannya juga dalam kehidupan bermasyarakat. Bersama umat Katolik pribumi pada masa itu ia selalu menyerukan kepada umatnya untuk menjadi 100% Katolik 100% Indonesia untuk meneguhkan umatnya agar menjadi manusia yang beriman dan cinta tanah air.
Peran sertanya selama pendudukan Jepang dan revolusi nasional sangat bermanfaat bagi negara. Sejak tahun 1940, beliau turut juga turut berpartisipasi menghantarkan Indonesia ke dalam waktu-waktu bersejarah menjelang proklamasi.
Soegijapranata bukan hanya seorang uskup (rohaniawan), melainkan pemimpin Indonesia yang "teruji
sebagai pemimpin yang baik dan memang layak dijadikan pahlawan nasional. Hal tersebut terbukti dengan beberapa daerah memakain nama beliau sebagai nama jalan, termasuk di Semarang, Malang, dan Medan. Serta beliau dinobatkan sebagai pahlawan nasional oleh Presiden Soekarno.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar